Review Buku Novel : Perpustakaan Kelamin
Pergolakan batin yang dirasakan Hariang bukanlah pergolakan batin biasa.
Sekalipun tak pernah mengenyam bangku sekolah tapi Hariang dan buku seperti tak bisa berpisah. Wajar, didikan ibunya.
Ibu Hariang mendidik Hariang dengan cara yang gila agar Hariang menyukai buku. Ibunya tidak hanya berhasil, di umur Hariang yang menginjak remaja, buku telah menjadi bagian dari hidup Hariang. Hariang tak bisa hidup tanpa buku.
Juga kelamin. hah kelamin?
Ya, Hariang adalah seorang pemuda. Urusan kelamin tak mungkin lepas dari kehidupannya bukan?
apa kaitannya?
Secara tergesa-gesa , bisa dikatakan bahwa hidup Hariang hanya bermuara pada tiga hal:
- Ibunya, satu-satunya keluarga yang masih dimilikinya sekaligus orang yang membuat Hariang jatuh cinta terhadap buku
- Buku. Hasil didikan Ibunya
- Kelamin. meski begitu menggilai buku, setidaknya Hariang juga seorang Pria. Pria normal.
Kecintaan Hariang dan Ibunya terhadap buku begitu besar. Ibu Hariang membangun perpustakaan di Kampungnya. Sumber ilmu. Pusat peradaban bagi rakyat jelata di Kampung mereka.
Buku demi buku dikumpulkan Ibu Hariang sendiri melalui jerih payah dan uang yang disisihkan dari hasil kebun semenjak Hariang masih kecil. Barulah ketika Hariang sudah agak besar, turutlah ia membantu ibunya membangun perpustakaan. hingga setelah belasan tahun berlalu perpustakaan itu mulai padat dan ramai.
Cerita berlanjut. Suatu malam perpustakaan terbakar. dalam sekejap semua yang telah dibangun selama belasan tahun hanya tinggal debu dan abu.
Ibu Hariang tak bisa menerima kenyataan itu, Ia menjadi GILA!
telanjang, tubuhnya penuh kotorannya sendiri, tak mau makan dan sebagainya.
Hariang begitu mencintai sosok Ibunya. Hanya Ibu satu-satu nya keluarga Hariang. Hanya Ibu yang jika bertutur pada Hariang selalu dari satu kata, dua kata kemudian menjadi cakrawala. Hanya Ibu. Hanya Ibu.
Kombinasi sakit mental ibunya dan terbakarnya perpustakaan adalah bencana baginya. Tidak, ini lebih dari bencana.
Apakah dengan kembali membangun perpustakaan, mental Ibu Hariang bisa membaik?
ya, mungkin!
Tapi Hariang orang kecil. Ia rakyat jelata yang hanya hidup dari hasil kebun yang tak begitu besar. Dari mana dapat uang untuk membangun perpustakaan lagi?
Jika harus menunggu belasan tahun lagi, itu terlalu lama bagi Hariang. Ia tak tahan melihat kondisi Ibunya yang kini menyedihkan itu. Ia selalu mengingat Ibunya yang jika bertutur kata dari satu kata, dua kata, kemudian menjadi cakrawala.
Cerita berlanjut. Kebuntuan Hariang ternyata mulai menemukan titik cerah. ada seorang kaya yang membutuhkan transplantasi kelamin dan berani membayar mahal untuk itu. 1,5 Milyard!
ah tentu itu cukup untuk membangun kembali perpustakaan, dan ibu bisa kembali sehat!
tapi apakah Hariang mampu mengorbankan Kelaminnya? organ sepele yang adalah segala-galanya itu? demi ibunya....
Hariang dan ibunya, tak bisa dipisahkan.
Hariang dan buku, tak bisa dipisahkan.
Hariang dan kelaminnya, akankan Hariang melepas kejantanannya?
***
Melalu novel ini anda akan dibawa untuk merasakan perjalanan Hariang mulai dari bagaimana Ia dididik dengan cara yang tidak biasa oleh ibunya hingga pergolakan batin dahsyat yang harus Ia derita.
Buku yang kaya akan informasi namun disampaikan dengan indah, nakal dan sarat akan kasih sayang.
Sang penulis, Sanghyang Mughni Pancaniti, akan berhasil membuat anda jatuh cinta pada kisah Hariang hanya dengan membaca Babak pertama. percayalah...
Beberapa testimoni dari yang pernah membaca buku "PERPUSTAKAAN KELAMIN" ini :
"parah sih, baca buku satu berasa udah baca banyak buku, dari bahasa penulisnya juga, aku suka, caranya memahami Tuhan, buku, terutama PAKU sih, satu lagi, ngebaca buku ini kayak ngebuka pandangan kalo selama ini kita hidup penuh dengan manipulasi, mulai dari sekolah, kuliah, bahkan supermarket, PARAH"
Bahiroh Adillah, Mahasiswa 19 tahun
0 komentar:
Posting Komentar